Berita / Riau / Pekanbaru
UNRI Komit Ciptakan Kampus Inklusif Lewat Workshop Bahasa Isyarat

Ayobaca.id, Pekanbaru - Dalam upaya membekali dosen dengan keterampilan dasar bahasa isyarat sebagai bentuk dukungan terhadap pendidikan tinggi yang inklusif dan ramah disabilitas, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Bahasa Universitas Riau (UNRI) menggelar kegiatan Signs Language Workshop for Lecturers,Senin (30/6/2025).
Kepala UPT Bahasa Universitas Riau, Prof Dr Afrianto, MEd, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari program jangka panjang universitas dalam membangun lingkungan kampus yang adil, inklusif, dan menghargai keberagaman.
“Kemampuan menggunakan bahasa isyarat sangat penting, terutama untuk memberikan akses pendidikan yang setara bagi mahasiswa penyandang disabilitas. Workshop ini adalah langkah awal menuju proses pembelajaran yang lebih adaptif dan humanis,” ujarnya
Ia menambahkan bahwa pendidikan inklusif tidak hanya berbicara tentang ketersediaan fasilitas fisik, tetapi juga tentang memastikan bahwa setiap bentuk komunikasi termasuk bahasa isyarat dapat diterima dan dihargai.
“Bahasa isyarat bukan sekadar alat komunikasi, tetapi jembatan menuju kesetaraan dalam dunia akademik. Mari bersama kita wujudkan kampus yang benar-benar inklusif untuk semua,” tambahnya.
Ia berharap, melalui kegiatan ini, UPT Bahasa Universitas Riau berharap dapat menumbuhkan kesadaran dan komitmen seluruh dosen dalam mendukung pendidikan yang berkeadilan, menghargai keberagaman, serta mewujudkan ruang akademik yang lebih ramah disabilitas.
Kegiatan menghadirkan dua narasumber kompeten, yaitu Natta Riviana, SPd,MPd, selaku Fasilitator Pendidikan Inklusif Nasional, serta Muryanti, SPd, MSc, selaku Instruktur dari SUN Education Pekanbaru.
Sementara itu, Natta Riviana dalam pemaparannya mengangkat tema mengenai pengenalan bahasa isyarat dan komunikasi dasar.
Menurutnya, bahasa isyarat alami yang digunakan oleh komunitas Tuli bukanlah bahasa yang diseragamkan, melainkan bentuk komunikasi yang menjadi bagian dari identitas budaya Tuli, yang mencakup gestur tubuh, ekspresi wajah, dan gerak bibir.
“Bagi penyandang disabilitas, terdapat etika dan kebiasaan tertentu dalam berinteraksi, seperti cara berkenalan, menarik perhatian, menjaga kontak mata, hingga memperhatikan jeda waktu dalam percakapan. Hal-hal ini penting dipahami untuk menciptakan komunikasi yang inklusif,” jelas Natta.
Kemudian, Muryanti, SPd, MSc, yang membahas urgensi penggunaan bahasa isyarat di perguruan tinggi. Ia juga memandu simulasi percakapan dan etika berkomunikasi dengan teman Tuli.
“Penguasaan bahasa isyarat bukan sekadar keterampilan, melainkan bentuk nyata penghormatan terhadap hak berkomunikasi kaum Tuli. Perguruan tinggi sebagai agen perubahan harus menjadi pelopor lingkungan akademik yang aksesibel dan setara,” tegasnya.(*)
Komentar Via Facebook :